Girls In Toilet (Gadis di Toilet) Jepang
Hari ini aku masuk kantor rada telat. Sudah telat, begitu sampai langsung pengen pipis. Setelah cuci tangan di wastafel, aku langsung buru buru keluar untuk naik ke lift lantai 7, dimana ruanganku berada.Tiba tiba, ada yang memanggil,”Mbak, dompetnya ketinggalan.”
Aku menoleh, eh ada mbak yang biasa menyediakan tissue toilet menyodorkan dompetku yang ketinggalan. Aku rada suprise, soalnya si mbak ini cantik sekali menurutku. Mbak ini baru, soalnya aku tidak melihatnya selama ini. Tetapi, kenapa mukanya rada pucat dan matanya sembab? Seperti habis menangis?
“Waduh, untung saja si mbak ngasih tau. Kalau enggak, bisa mumet saya kalo dompet hilang. Eh, mbak baru ya disini. Namanya siapa?” kataku
“Sekar mbak, memang saya baru hari ini mulai kerja,”katanya.
“Thanks Sekar, kalo namaku Bulan…napa matamu? Eh, ntar lain kali aja kita ngobrol yak, aku dah telat ” kataku sambil buru buru lari ke lift yang lagi terbuka.
Itu adalah perkenalan singkat dengan Sekar. Setelah itu, aku ketemu lagi, tetapi kali ini di toilet di lantai 7 tempat aku bekerja. Rupanya dia ditempatkan disini.
Ketika waktu istirahat, aku menyempatkan diri mengobrol dengan Sekar. Habis, matanya sembab terus. Bikin aku curiga. Apa habis berantem sama pacarnya? Atau dia bermasalah di dalam keluarganya? Kan bisa saja.
Ternyata bukan karena itu. Sekar bercerita, bahwa dia suka menyesali nasibnya. Dan entah mengapa, dia bercerita sambil terisak padaku.
Sekar, tadinya kembang desa yang lugu. Kecantikannya terkenal hingga ke desa tetangga. Ketika itu, ada pemuda desa yang setelah lama merantau ke kota, pulang kampung. Semua orang memujinya. Si Agung, pemuda yang berhasil. Datang dengan motor yang keren. Juga gaya dan model yang beken. Disini dia wara wiri mentraktir orang. Menunjukkan bahwa dia tajir, duit tidak berseri.
Agung agresif mendekati Sekar. Mengajak merantau ke kota. Mengiming imingi, di desa ini perempuan tidak akan jadi apa apa. Apa yang bisa diharapkan dari sawah yang hasilnya tak seberapa?
Di kota, Sekar bisa jadi model terkenal. Agung membawa majalah perempuan terkenal ibu kota. Dan menunjukkan pada Sekar. “Lihat, Sekar! Kamu bisa lebih dari ini. Kamu gak kalah cantik dibanding mereka!” Agung terus membujuk dan merayu.
Dan orang tua Sekar yang didekati Agung ternyata juga merestui Sekar ke kota. Akhirnya Sekar pun berpikir, ya apa salahnya mencari peruntungan ke kota? Toh disini tidak ada apa apa. Mereka miskin, dan kemiskinan ini terasa begitu menjerat. Apalagi, dalam hatinya, Sekar merasa jatuh cinta pada Agung yang kelihatan keren ini.
Di kota, nasib Sekar tidak semanis madu. Dia disekap di sebuah rumah dengan beberapa perempuan lain. Kalau Agung datang, Agung hanya mengatakan, proses rekrutmennya memang seperti itu. Sekar memang melihat, perempuan yang bersamanya cantik cantik semua.
Hingga tak berapa lama, mereka dibawa ke suatu tempat. Dan disini, Sekar diharuskan bekerja di bar. Memakai baju seminim mungkin. Sekar mencoba protes dan memberontak, tetapi sia sia. Banyak penjaga dimana mana. Lelaki bertato dan berbadan tegap selalu sigap mengawasi mereka.
Malam pertama di bar, ketika ada seorang lelaki menggoda, Sekar mencoba bertahan. Tetapi tampaknya dia dibius. Tidak sadar, hingga ketika terbangun sudah di kamar hotel dengan rasa sakit yang tak terkirakan.
Sekar menangisi nasibnya. Tetapi semua sudah menjadi bubur. Lelaki itu meninggalkan segepok uang pada Sekar. Ketika melihat uang ini, Sekar berpikir untuk kabur.
Dan Sekar melakukannya. Ketika keluar kamar hotel, dia melihat sekitarnya. Memang sepertinya ada seorang cowo yang menjaga di luar. Dengan mengendap endap, Sekar mencari pintu keluar lain. Tetapi malang, begitu sampai di halaman, dari belakang seorang mengejar Sekar dan menangkapnya. Sekar mencoba memberontak, tetapi lelaki itu memukul Sekar hingga tak sadarkan diri.
Agung menemui Sekar yang lemas tak berdaya. Dengan santai dia mencoba membujuk Sekar agar bersedia hidup sebagai PSK. Kerja gampang, duit banyak. Dan ketika Sekar tidak menjawab, Agung malah mendekap Sekar dan kemudian menciuminya. Sekar memberontak, tetapi Agung memperkosanya.
Sekar kembali pingsan. Sakit ini sudah tak tertahankan lagi baginya.
Sampai disitu, Sekar terdiam. Menangis terisak. Dan aku hanya bisa memberikan tissue untuk mengusap air matanya. Sayang, aku harus kembali ke meja kerjaku. Tetapi sebelum kembali, Sekar memberiku secarik kertas.
Sekar, duh, betapa malang nasibmu. Cerita hidupnya benar benar mengganggu konsentrasi kerjaku. Pedih sekali rasanya hati ini. Dan aku juga penasaran, bagaimana dia bisa bekerja di sini? Dan apa yang bisa kulakukan untuk membantunya? Tiba tiba aku ingat secari kertas yang diberi Sekar. Kertas itu kubuka, ternyata hanya berisi alamat.
Ketika waktu pulang tiba, aku buru buru kembali menemui Sekar. Tetapi dia sudah tidak ada. Besoknya pun aku mencari Sekar tetapi tidak dapat menemuinya.
Hanya, aku menemukan koran di mejaku. Tentang seorang perempuan yang ditemukan tewas terbunuh. Aku kaget, siapa yang meletakkan koran ini di mejaku? Dan lebih kaget lagi, foto perempuan yang ada di koran ini mirip Sekar.
Tidak mungkin, bisikku. Apalagi begitu melihat tanggal koran itu. Ini koran minggu lalu! Tiba tiba aku merinding. Sekar apa yang ingin kamu sampaikan padaku?