Kisah Cinta dewi Bulan dan pemanah Matahari (Mitologi China)
Ada berbagai versi kisah cerita rakyat tentang Chang-E.dalam
legenda Tionghoa namun kisah ini juga yang menjadikan sejarah dan
asal-usul nya penyajian Perayaan Kue Bulan setiap tanggal 15 bulan 8
penanggalan Imlek. Ketika bulan menunjukkan keindahan secara penuh, para
pria dan gadis gadis cantik Tionghoa akan keluar rumah untuk melihat ke
bulan dan mengingat Kisah Kehidupan Chang-E. Perayaan ini juga dikenal
sebagai Festival Pertengahan Musim Gugur atau Perayaan Bulan. Berikut
Kisah selengkapnya ;
Yu mendapatkan takhta dari Shun karena kemampuannya dalam mengendalikan
banjir. Ketika Yu telah berusia lanjut, dia memiliki keinginan untuk
menyerahkan takhta kepada salah seorang menterinya, Po Yi. Namun para
ketua suku menginginkan agar Yu memberikan posisi tersebut kepada Chi,
salah seorang putra Yu. Setelah kejadian ini maka posisi ketua dari
ketua atau raja menjadi sesuatu yang turun temurun. Tai Kang adalah
putra dari Chi.
Yu memiliki jasa besar karena berhasil menghentikan banjir dan mendidik
rakyat untuk bertani.
Hal ini menyebabkan Kaisar Langit di surga memerintahkan sepuluh orang
putranya menjadi sepuluh matahari. Ini dimaksudkan agar mereka dapat
secara bergantian mengelilingi langit setiap hari sehingga dapat
membantu rakyat untuk berternak dan bertani.
Namun sepuluh orang muda tersebut tidak mematuhi perintah dan mereka
keluar secara bersamaan yang menyebabkan panas dari sepuluh matahari
secara bersama-sama menyinari bumi dan mengakibatkan panas yang sangat
hebat.
Banyak manusia dan binatang meninggal, sungai-sungai menjadi kering,
hutan-hutan terbakar, dan berbagai penderitaan hebat lainnya.
Rakyat memohon agar surga memberikan kasihnya. Dan permohonan ini
didengar oleh Kaisar Langit, yang lalu memerintahkan Hou Yi, seorang
Dewa yang gagah, untuk turun ke bumi menyelesaikan masalah tersebut.
Hou Yi adalah Dewa yang pemberani dan beruntung. Istrinya adalah Chang-E
(嫦娥) yang penyendiri, dan mereka sangat saling mencintai dan tidak
terpisahkan. Mereka terkenal dengan nama “Sepasang Dewa Dewi Cinta”.
Namun hidup diantara manusia tidak semudah hidup di surga, dan Chang-E
tidak berkeinginan untuk itu. Namun Hou Yi tidak dapat menentang
perintah dari Kaisar Langit, dan Chang-E tidak ingin berpisah dari
suaminya. Maka dengan perasaan berat, dia mendampingi Hou Yi ke daerah
liar di timur.
Hou Yi adalah seorang pemanah yang hebat, dan dari surga membawa busur
gaib yang dapat memanah apa saja di langit diluar jangkauan manusia.
Kemudian rakyat dari daerah timur mengangkatnya sebagai ketua.
Bagaimanapun juga posisi tersebut tidaklah membawa bahagia bagi Hou Yi,
karena harus menghadapi kenyataan bahwa sepuluh matahari terus menerus
menghanguskan tanaman, menyebabkan binatang-binatang ternak mati
kelaparan, mengeringkan sungai-sungai, meluasnya penyakit-penyakit, dan
banyak rakyat meninggal. Melihat hebatnya penderitaan rakyat, dia
mendaki Gunung Tienshan dan berbicara dengan sepuluh matahari.
“Kasihanilah rakyat dan keluarlah hanya satu secara bergantian, jangan
keluar secara bersamaan”, mohon Hou Yi.
“Kenapa kita harus begitu?”, tanya salah satu matahari.
“Karena jika kalian semua muncul secara bersamaan, cahaya dan panas
kalian membuat rakyat dan mahluk hidup lainnya menderita”, jawab Hou Yi.
Tanya matahari yang lain, “apa urusan manusia dengan kami?”
“Ya benar! Kami sepuluh bersaudara sangat senang bermain bersama setiap
hari di langit. Betapa hampa dan membosankan bila kami mengelilingi
langit secara bergantian”, tambah matahari lainnya.
“Namun Surga sangat sayang kepada mahluk hidup, dan saya berbicara kepada kalian atas perintah Kaisar Langit”, kata Hou Yi.
Meskipun Hou Yi berusaha keras dan sungguh-sungguh untuk memberikan penjelasan, tetapi mereka tidak menghiraukan.
Salah seorang berkata dengan sombong “Kami adalah putra dari Kaisar Langit, dan siapakah kamu berani mencampuri urusan kami?”
Lalu kesepuluh matahari dengan sombongnya mengeluarkan panasnya ke bumi,
yang mengakibatkan hutan-hutan terbakar, burung dan binatang berlarian
menghindar dan manusia berusaha untuk menyelamatkan hidup.
Perbuatan tersebut membuat Hou Yi kehilangan kesabaran, sehingga dia
mengambil busur dan panahnya, dan memanah matahari tersebut satu per
satu.
Pada saat Hou Yi akan memanah matahari yang terakhir, sang matahari
memohon agar Hou Yi memberikan pengampunan, dan matahari tersebut
berjanji mematuhi semua tugas yang diberikan dan hanya akan keluar pada
siang hari.
Setelah kejadian itu, rakyat sangat menikmati hidup mereka, mereka
bekerja pada siang hari dan beristirahat pada malam hari.
Hou Yi lalu melaporkan semua yang dilakukannya kepada Kaisar Langit,
yang sangat marah karena Hou Yi membunuh sembilan putranya dengan kejam.
Kaisar Langit menolak Hou Yi kembali ke surga. Kaisar Langit mengatakan
bahwa Hou Yi sangat dinantikan oleh rakyat di kawasan timur yang telah
mengangkatnya sebagai ketua dari suku-suku tersebut, dan menginginkan
agar Hou Yi dapat berjuang untuk kesejahteraan umat manusia.
Maka Hou Yi tidaklah dapat pulang ke surga, dan di bumi sangat banyak
pekerjaan yang harus dilakukannya.
Jika seseorang ingin menguasai alam, yaitu dengan berkuasa atas serangga
dan binatang buas, maka dia pertama-tama harus belajar untuk bertarung.
Maka Hou Yi mulai melatih rakyat memanah.
Hou Yi sangat sibuk dengan semua pekerjaan yang ada sehingga dia jarang
pulang ke rumah, dan ini menyebabkan Chang-E merasa ditelantarkan dan
kesepian.
Yang paling membuat Chang-E sedih adalah kenyataan bahwa dia sekarang
adalah seorang manusia, yang tidak dapat menghindari penderitaan
manusia, seperti melahirkan, menjadi tua, sakit dan meninggal. Chang-E
sangat marah terhadap perbuatan Hou Yi yang memanah jatuh
matahari-matahari yang merupakan putra dari Kaisar Langit tersebut.
Hou Yi sangat mencintai istrinya, dan untuk menghindari pertengkaran
yang selalu terjadi, maka dia berkelana sendirian. Dengan cara ini dia
lebih dapat menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan dunia.
Dalam pengembaraan, Hou Yi melakukan banyak perbuatan baik. Salah satu
perbuatan baik Hou Yi yang sangat terkenal adalah membunuh seekor
monster berkepala sembilan.
Semua perbuatan baik yang dilakukan membuat nama Hou Yi semakin
terkenal.
Beberapa kali Hou Yi memohon kepada Kaisar Langit agar dia dan istrinya
dapat kembali ke surga, namun Kaisar Langit tetap tidak memaafkan
perbuatan Hou Yi. Sehingga lama kelamaan, Hou Yi dan Chang-E harus
berusaha keras agar dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan manusia.
Manusia tidak dapat menghindar dari sakit, derita, kesedihan, dan
kecemasan.
Maka saat Hou Yi berkelana, yang bertujuan untuk melakukan banyak
perbuatan baik bagi rakyat jelata, semakin terdapat jarak antara dia
dengan sang istri.
Pada saat itulah Hou Yi bertemu dengan Mi Fei, yang merupakan salah satu
wanita tercantik yang ada.
Mi Fei merupakan salah satu keturunan dari Fu Shi, penguasa legendaris
Cina.
Dahulu, Mi Fei kehilangan keseimbangan dan tenggelam di sungai Lo, yang
kemudian membuat Mi Fei menjadi Dewi Lo. Mi Fei menikah dengan Feng Yi,
Dewa Air, yang mengendalikan Sembilan Sungai.
Mi Fei sedang bermain di sungai suatu hari pada saat Hou Yi sedang
mengendarai kuda. Karena Mi Fei telah menikah dan tidak ingin orang
asing melihatnya, maka dia menyelam ke dalam air. Namun Hou Yi telah
melihat Mi Fei dan mengira Mi Fei tenggelam, maka Hou Yi meloncat ke
sungai untuk menyelamatkan Mi Fei.
Secara tidak disadari, Mi Fei merasa senang pada saat ditolong oleh Hou Yi.
“Kamu lebih baik pergi, karena jika suamiku melihatmu maka kamu akan mati”, kata Mi Fei memperingatkan Hou Yi.
“Suamimu? Kamu memiliki suami?”, tanya Hou Yi dengan penuh kekecewaan.
“Siapakah dia?”
“Feng Yi, Dewa Air.”
“Oh dia!”, kata Hou Yi sambil tertawa karena mendengar nama Feng Yi yang memiliki reputasi buruk.
Dalam hati, Hou Yi sangat menyayangkan kenyataan bahwa wanita cantik ini
ternyata memiliki suami semacam Feng Yi.
“Bagaimana kamu bisa tertawa? Suamiku memiliki sifat yang buruk, dan dia
pasti akan membunuhmu.”
“Maka apakah kamu adalah Dewi Lo?”, tanya Hou Yi.
“Ya!”
“Itu tidak apa-apa! Jika Feng Yi memang bisa membunuhku, saya tidak akan
keberatan selama saya bisa bersama wanita cantik sepertimu”, kata Hou
Yi.
“Namun saya meragukan kemampuan Feng Yi bisa menandingi kemampuan
seseorang yang mampu membunuh matahari di langit”.
Mi Fei melihat busur dan panah gaib yang ada dan menyadari siapakah Hou
Yi sebenarnya. Mungkin karena Mi Fei menyukai Hou Yi, atau karena Mi Fei
merasa kesepian sekian lama, maka Mi Fei tiba-tiba menangis di pundak
Hou Yi. Hou Yi juga melupakan sang istri di rumah.
Hou Yi melupakan Chang-E, Mi Fei melupakan Feng Yi.
Namun percintaan mereka tidak kekal. Pada suatu hari saat mereka sedang
berbincang-bincang dengan mesra di tepi sungai, Feng Yi memergoki
mereka. Dia sangat marah dan mengubah diri menjadi seekor naga putih.
Lalu mengamuk, menyapu semua kuda-kuda dan menghancurkan ladang
pertanian yang ada di sekitar sungai.
Berpikir bahwa naga itu adalah seekor naga yang jahat, Hou Yi mengambil
busurnya dan melepaskan sebuah panah. Mi Fei berusaha menghentikan Hou
Yi, karena dia mengetahui penyamaran suaminya, namun dia terlambat.
Panah itu membutakan satu mata Feng Yi, yang lalu melaporkan kejadian
itu kepada Kaisar Langit.
Karena Hou Yi telah banyak melakukan perbuatan baik dan menghadapai
kenyataan bahwa sebenarnya Hou Yi sedang menjalani hukuman karena
membunuh sembilan matahari, maka Kaisar Langit hanya mengatakan agar Hou
Yi tidak menemui Mi Fei lagi.
Patah hati! Maka satu-satunya yang bisa dilakukan Hou Yi adalah pulang
ke rumah. Namun, Chang-E tidak menyambut dengan gembira.
“Bagaimana bisa kamu pulang kesini setelah apa yang kamu lakukan?
Pulanglah kamu ke perempuan yang tidak tahu malu itu!”, kata Chang-E.
Hou Yi tidak berkata apa-apa, karena menyadari bahwa dirinya memang
bersalah.
Sementara itu Feng Yi yang masih tidak puas dengan keputusan Kaisar
Langit, memanggil para naga dari Sembilan Sungai dan memerintahkan
mereka membuat awan dan hujan selama satu bulan penuh.
Bencana ini menandingi bencana yang pernah ditimbulkan sepuluh matahari.
Semua binatang dan tanaman tenggelam, yang menyebabkan rakyat
kelaparan.
Maka sekali lagi Hou Yi memanggul busur dan panahnya, memanggil semua
pengikutnya dan pergi berburu burung, binatang, dan ikan untuk memberi
makan Chang-E dan para anggota sukunya.
Chang-E tidak merasa senang dengan memakan binatang-binatang liar ini.
Dia ingin makan buah-buahan dan dia meminta Hou Yi menunjukkan
kegagahannya.
“Saya dahulu dapat mengambil bintang untukmu”, kata Hou Yi, “namun
sekarang kita adalah manusia dan seluruh daerah dilanda banjir dan
semuanya mati, dimana kamu mengharapkan saya bisa mendapatkan
buah-buahan?”
“Itu semua salahmu! Kenapa kamu harus membunuh sembilan matahari itu?
Seharusnya kamu sadar bahwa mereka adalah anak dari Kaisar Langit. Dan
bagaimana kamu bisa juga bermesraan dengan Mi Fei yang telah menikah
dengan Feng Yi? Kamu tidak tahu malu!”, teriak Chang-E sambil menangis.
Hou Yi menyadari bahwa dirinya memang salah.
“Baiklah, itu semua salahku. Tenanglah. Marah akan membuat kamu cepat
menjadi tua”, kata Hou Yi dengan penuh kesabaran.
Mendengar kata “tua”, Chang-E tertegun dan melihat bayangannya di air.
Dan Chang-E terkejut menyaksikan kerut-kerut pada mukanya.
Dia menyadari bahwa itu adalah sesuatu yang wajar pada manusia, dan
kejadian itu tidak dapat dihindarinya. Chang-E berteriak-teriak histeri.
“Saya tidak ingin berubah! Saya tidak ingin menjadi jelek! Saya ingin
kembali ke surga!”
“Itu tidak mungkin”, kata Hou Yi, “Kaisar Langit tidak mengijinkan kita
kembali.”
“Saya tidak mau tahu! Saya tidak mau menjadi tua! Saya tidak mau menjadi
jelek! Kamu harus menemukan cara agar saya tetap abadi dan cantik!”
“Baik, baik. Saya akan memikirkan caranya”, kata Hou Yi.
Hou Yi kebingungan. Dimana dia bisa mendapatkan cara membuat seseorang
abadi dan tetap cantik?
Namun bila dia tidak mendapatkannya, itu akan berterusan tanpa akhir.
Maka dia pergi dan tidak berani pulang ke rumah. Hou Yi ingin pergi ke
tempat Mi Fei namun dia takut melanggar perintah Kaisar Langit, itu
membuat semangatnya semakin turun dari hari ke hari.
Hou Yi menjadi pemabuk, dan mulai menunjukkan sifat kasar.
Hou Yi mulai bersikap kasar kepada para murid dan anggota sukunya. Dan
itu membuat orang-orang tidak menyukai Hou Yi, terutama Feng Meng dan
seorang anak buah Feng Meng, Han Cho.
Feng Meng telah lama belajar memanah dari Hou Yi, dan merasa bahwa
dirinya sudah melebihi Hou Yi. Dia secara rahasia menyukai Chang-E,
namun tidak berani bertindak apa-apa karena dia takut akan busur dan
panah gaib yang dimiliki Hou Yi.
Sedangkan Han Cho adalah seorang tamak yang menginginkan menjadi ketua
menggantikan Hou Yi, tentunya jika Hou Yi dibinasakan.
Maka mereka berdua merencanakan hal jahat terhadap Hou Yi dan Chang-E.
Mereka mengatakan kepada Hou Yi bahwa Ibu Raja yang tinggal di puncak
Gunung Kunlun memiliki ramuan yang dapat membuat seorang abadi dan tetap
cantik.
Demi Chang-E, Hou Yi mendaki Gunung Kunlun yang penuh dengan bahaya,
dimana akhirnya dia bisa menjumpai Ibu Raja. Karena pengorbanan yang
dilakukan oleh Hou Yi begitu besar untuk mencapai puncak Gunung Kunlun,
Ibu Raja memberikan sebuah pil keabadian.
Seseorang yang memakan pil ini akan dapat ke surga, Ibu Raja berkata
kepada Hou Yi, namun jika dua orang membaginya, maka mereka berdua dapat
hidup abadi.
Mereka harus memakan pil itu tepat pada tanggal 15 bulan 8, ketika bulan
penuh, demikian kata Ibu Raja lebih lanjut.
Hou Yi sangat gembira mengetahui hal tersebut, dan segera pulang ke
rumah untuk memberitahu Chang-E.
Mereka membagi pil tersebut menjadi dua dan akan memakannya pada waktu
yang telah diberitahu, sehingga mereka berdua dapat menjadi abadi.
Saat itu adalah tanggal 12 bulan 8, tiga hari kemudian merupakan hari
yang ditunggu. Namun Hou Yi mendengar adanya “ramuan permata” di Gunung
Tienshan yang dapat membuat wanita semakin cantik.
Maka untuk membuat Chang-E bahagia dan menebus kesalahan yang pernah
dilakukan, Hou Yi pergi untuk mendapatkan ramuan tersebut.
Menurut perhitungan Hou Yi, dia akan mendapatkan ramuan itu dan kembali
ke rumah dalam waktu tiga hari. Karena Hou Yi ingin memberi kejutan
kepada Chang-E, dia tidak mengatakan apa-apa mengenai kepergiannya.
Tiga hari berlalu dan Chang-E melihat bahwa Hou Yi tidak akan kembali.
Dia bertanya kepada Feng Meng mengenai hal itu, dan Feng Meng berkata bahwa dia tidak diperbolehkan untuk berkata apa-apa.
Karena ditanya terus menerus, maka Feng Meng dengan liciknya mengatakan bahwa, “Hou Yi tidak mengijinkan saya berkata apa-apa”.
“Mengapa tidak? Kemana dia pergi?”, tanya Chang-E.
“Saya tidak dapat mengatakannya. Hou Yi akan membunuh saya!”
“Tidak. Hou Yi tidak akan melakukan apa-apa terhadapmu. Katakan saja”, desak Chang-E.
“Dia….dia pergi untuk mencari Mi Fei”, bohong Feng Meng.
Chang-E tertegun. Betapa tidak tahu budi suaminya. Chang-E sangat marah mendengarkan hal itu.
Dan saat bulan mulai muncul, Chang-E mengambil pil keabadian yang telah
diberikan oleh Hou Yi, perlahan-lahan menuju ke halaman dan memandang ke
langit.
Dia mengenang semua kehidupan bahagia yang pernah dinikmati di surga.
Tidak ada banjir, tidak ada sakit, tidak ada penderitaan, dan tidak ada
kesedihan. Manusia harus mengalami semuanya.
Betapa enak hidup di surga, pikir Chang-E.
Sekarang Chang-E memiliki pil keabadian. Namun, apakah Hou Yi akan
pulang?
Chang-E berpikir, mungkinkah Hou Yi berencana untuk memakan pil itu berdua dengan Mi Fei dan meninggalkan dirinya?
Kebahagian di surga, dan penderita di dunia.
Hati Chang-E dipenuhi dengan berbagai kemelut emosi.
Tiba-tiba, Chang-E mendengar suara derap tapak kuda, dan menebak bahwa
itu pasti suaminya pulang. Dengan penuh kebingungan, dia meminum pil itu
semuanya, dan saat itu juga dia merasa tubuhnya semakin ringan dan
mulai melayang di udara.
“Chang-E! Chang-E!”, teriak Hou Yi sambil memegang erat ramuan permata
yang didapatkan dari Gunung Tienshan. Namun Chang-E tidak
menghiraukannya.
Chang-E terus melayang semakin cepat dan cepat.
Dengan penuh kemarahan Hou Yi melempar ramuan permata dan mengambil
busur serta panah gaibnya, namun dia tidak berani untuk memanah.
Chang-E ingin pergi ke surga, namun dia malu kepara para Dewa-Dewi di
surga yang telah menyaksikan dirinya meninggalkan suaminya. Maka dia
menjadi takut dan mengubah arah ke bulan yang dingin dan sepi.
Hou Yi menyaksikan semuanya dari bumi, dan berpikir bahwa dia dapat
memanah jatuh bulan. Dia dapat melakukan hal itu, namun dia tidak berani
menghadapi kenyataan bahwa dia akan membunuh istrinya yang tersayang.
Maka, dengan penuh kemarahan, dia mematahkan busur dan panah gaibnya.
Kenapa harus tetap memiliknya, jika dia ternyata tetap tidak dapat
menolong istrinya?
Feng Meng dan Han Cho melihat semua kejadian dari tempat tersembunyi,
dan tersenyum bahagia. Hou Yi begitu sedih. Dengan satu perintah, dua
orang itu bersama empat pengikut mereka mendatangi dan akan membunuh Hou
Yi. Tapi, meski tanpa busur dan panah gaibnya Hou Yi tetap tidak dapat
dikalahkan dirinya berhasil mengalahkan dan membunuh murid-murid beserta
pengikut yang telah mengkhianatinya.
Dan kemudian Hou Yi bimbang karena hidup sendiri di bumi, sedangkan
istrinya sudah mendarat di Bulan dan menjadi dewi Bulan yang konon
tinggal hanya dengan seekor kelinci pemberian dari dewi-dewi di surga.
Setiap malam Hou Yi hanya memandang indahnya bulan. Dia berpikir
istrinya juga merindukannya, maka dia setia menunggu Chang`E menengoknya
turun ke bumi.
Waktu terus berjalan, Hou Yi semakin tua. Setiap malam Hou Yi selalu
memandang ke bulan dan selalu menyediakan makanan kesukaan istrinya Kue
Bulan karena dia selalu berharap istrinya akan turun kembali menemuinya
di bumi. Namun ternyata hal itu tak dapat terwujud hingga akhir usia Hou
Yi.
Kaisar Langit yang melihat kehidupan Hou Yi yang kesepian lambat laun
merasa kasihan. Ketika Hou Yi meninggal, Hou Yi diangkat oleh Kaisar
Langit dan dijadikan Dewa Matahari. Kini setiap tanggal 15 bulan 8
penanggalan Imlek, ketika bulan menunjukkan keindahan secara penuh,
orang Tionghoa melihat ke bulan dan mengingat Chang-E dan legendanya.
Perayaan ini dikenal sebagai Perayaan Pertengahan Musim Gugur, juga
dikenal sebagai Perayaan Bulan.